Menjadi populer mungkin impian sebagian besar orang, terkenal dan dikenali. Namun zaman sekarang menjadi populer sepertinya bukanlah hal yang sulit. Hal tersebut menjadi mudah karena dengan hadirnya teknologi berupa media sosial. Banyak hal pada saat ini populer karena sebuah tindakan atau keadaan namun sebenarnya tindakan dan keadaan yang sama pernah terjadi di masa-masa lalu tapi tidak diketahui.
Pada dasarnya setiap orang ingin eksistensinya dikenal, hadirnya diketahui. Idealnya, dunia selalu memberikan panggung kepada siapa saja yang telah berkontribusi mewujud amal atau memberikan pengaruh positif pada masyarakat banyak. Dengan dikenal, maka menjadi teladan, role model, panutan dan kebanggaan ditengah masyarakat. Terkenal dan populer sayangnya pada jaman sekarang berbelok dari esensinya.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia” (HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni)
Jika kita mengingat dan memperhatikan, orang-orang dulu walau tanpa media sosial namun dikenal dan diingat sampai saat ini adalah orang-orang memberikan pengaruh, jasa bagi kehidupan orang banyak. Padahal bisa jadi tujuan utama mereka bukanlah untuk dikenal, diketahui, yang mereka mau adalah bermanfaat. Ketika manfaat sudah terasa ditengah masyarakat, eksistensi kebermanfaatan akan menyeruak dari yang tersembunyi hingga akhirnya dikenal khalayak banyak.
Menjadi Populer Adalah Tanggung Jawab
Menjadi populer biasanya diikuti pula dengan menjadikan kita panutan dan orang lain menjadi follower, mengikuti atas ucap, tindakan, materi yang dilakukan. Jika kita menyadari bahwa tindak tanduk, ucapan kita sendiri akan ditanyai pertanggung jawabannya kelak di padang mahsyar, tentu membuat kita berhati-hati. Dikenalnya kita oleh banyak orang, diiringi pula dengan tanggung jawab yang besar. Ketika ucap keliru atau tindakan yang ternyata salah dari kita, lalu diikuti oleh banyak orang lain menjadi sebentuk kesalahan yang berantai. Layaknya jika ada amal yang tidak terputus, maka bisa jadi kesalahan menjadi kesalahan yang tidak terputus.
Namun jika kita dapat memberi pengaruh positif, tidak ada yang salah atas dikenalnya kita kepada orang lain, karena orang yang dikenal memiliki ruang sentuh dan wadah yang lebih luas untuk mempengaruhi dan mengajak orang lain. Dan tindakan yang membuat orang lain tahu, memiliki arti ajakan untuk melakukan tindakan yang sama atau lebih baik.
Tidak Dikenal di Bumi, Populer di Langit
Diantara kita bisa jadi ada orang yang tersembunyi yang karyanya dan amalnya jauh lebih besar dari yang kita lihat, karena hal ini pun terjadi di zaman dahulu, zaman Rasulullah saw.
Pada zamannya tidak ada yang kenal dengan Uwais al Qarni. Uwais al Qarni adalah sosok pemuda miskin dan tidak dikenal orang banyak. Pekerjaannya hanya menggembala, dan mengurus ibunya seorang diri. Uwais al Qarni adalah sosok yang sederhana. Uwais al Qarni tidak terkenal dengan ilmunya, tidak terkenal dengan jihadnya, namun hanya Allah yang tahu amalnya, sehingga akhirnya dikenal. Tidak memakan selain makanan yang halal.
Ada atau tidak adanya Uwais al Qarni biasa saja dianggap sekitarnya.
Pada suatu saat Rasulullah Saw seketika pulang perang diantara para sahabat dan bertanya kepada Aisyah Ra, tentang pemuda yang mencarinya. Rasulullah Saw berkata, dia adalah Uwais al Qarni, pemuda yang taat kepada orang ibunya, adalah penghuni langit. Para sahabat pun tertegun karena tidak ada yang mengenalnya dan para sahabat pun tahu, bahwa Nabi pun belum pernah bertemu dengannya.
Nabi menjelaskan ciri-cirinya dan sesudah itu Nabi saw memandang kepada Ali ra dan Umar ra seraya berkata, “suatu ketika apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit, bukan orang bumi.”
Hingga Rasulullah Saw wafat, belum ada sahabat yang bertemu dengannya hingga pada masa kekhalifan Umar ra. Umar ra pun mengingat pesan Nabi dan mencari Uwais al Qarni. Seketika bertemu, Uwais pun heran bagaimana ia bisa dikenal oleh Amirulmukminin.
Umar ra menjelaskan, “Yang memberitahuku adalah Rasulullah. Beliau memerintahkanku untuk memohon kepada Anda agar berkenan mendoakan saya.”
Karuan saja Uwais semakin heran dengan penjelasan Umar. Namun sebelum keluar kata-kata dari Uwais, Umar kembali melanjutkan kata-katanya.
“Karena beliau bersabda tentang seorang pria yang memberi syafaat kepada orang-orang yang jumlahnya lebih banyak dari Bani Rabi’ah dan Mudlar. Lalu beliau menyebut namamu,” jelas Umar.
Mendengar segala keistimewaan itu Uwais bukannya jadi besar kepala, pesannya pun sederhana kepada Umar, “Wahai Amurilmukminin, saya punya permohonan untuk Anda,” kata Uwais.
“Apa itu, Uwais?” tanya Umar.
“Tolong sembunyikan soal jati diri saya yang Anda dengar dari Rasulullah dan izinkanlah saya untuk segera beranjak dari tempat ini,” kata Uwais.
Tulisan ini bukan mengajak untuk tidak terkenal. Utamanya akan sesuatu kebermanfaatan dan tujuan. Jika kita mampu memberi manfaat lebih besar dengan lebih dikenal, maka lakukanlah, namun dibaliknya selalu ada tanggung jawab dibawa. Memberi manfaat juga tidak harus selalu menjadi besar, layaknya tusuk gigi yang kecil pun dapat memberi manfaat.
Jika itu memang sebuah amal dan semata-mata karena Allah Swt, maka Allah Swt akan mengangkat derajatnya untuk dikenal khalayak banyak. Jika tidak dikenal diantara makhluk bumi, maka ia dikenal diantara makhluk langit. Dimana ketika dia berdoa atau beramal, maka langit bergemuruh karenanya.
Wallahu a’lam bish-shawab.