Hidup selalu menghadirkan silih berganti menghadirkan kesulitan dan kemudahan. Bahwa kesulitan yang dialami tak akan selamanya terjadi, begitupun kemudahan yang diberi tak kan selamanya menemani. Atas kesulitan yang dialami, keyakinan bahwa kelak akan datangnya kemudahan menjadikan sabar menemani, sementara atas kemudahan yang berjalan memiliki kesadaran bahwa kesulitan bisa kapan saja datang menjadikan syukur atas kemudahanNya.
Atas doa yang kita panjatkan, kita perlu bersikap raja’ (mengharapkan keridhaan Allah Swt dan rahmat darinya), dan tahu bahwa Allah pasti akan mengabulkan setiap doa hambaNya.
“…….berdoalah kepadaku, niscaya akan kuperkenankan bagimu….” (Q.S Al-mu’min/40:60)
Namun keyakinan tersebut perlu disisipkan rasa khauf, apakah doa kita pantas dikabulkan? apakah ibadah kita diterima? agar rasa optimis tidak mewujud menjadi rasa tidak mengevaluasi diri, atau bahkan ujub diri. Karena banyak nya ibadah tidak pernah menjamin semua yang diminta akan terwujud. Allah Swt mengetahui yang tersembunyi, dan mengetahui yang terbaik untuk hambaNya.
Berada ditengah-tengah membuat kita mawas diri, tidak berlebihan atas harap. Berada ditengah-tengah membuat kita menjaga diri, bahwa rasa optimis tidak menjadi berlebihan, begitu pula rasa pesimis tidak mewujud lemah diri. Apa jadinya atas rasa optimis yang kita inginkan ternyata tidak terwujud. Justru melahirkan kekecewaan atas harapan, menafikkan nikmat yang sudah diberiNya.
Khauf dan raja’, berada ditengah-tengah bahwa Allah Swt pasti mengabulkan atas setiap doa kita, namun disaat yang sama berserah diri bahwa terkabulnya doa tidak selalu dalam wujud yang sama persis, bisa jadi waktu yang berbeda, bisa jadi wujud awalnya berbeda namun memiliki ujung yang diharapkan, bisa jadi separuh didunia, separuh diakhirat, atau tidak terwujud didunia tapi sepenuhnya berwujud di akhirat.
Wallahu a’lam bish-shawab.