Karena cinta berupa fitrah, mengutip dari salah satu buku Ust. Cahyadi Takariawan,

“Dalam panggung cinta,hanya ada 2 pilihan: mencintai dengan apresiasi yang berarti berani menikah,, atau mencintai dengan hanya mencintai dalam hati tanpa diketahui oleh orang yang dicintai”

Kalau inget kalimat itu, maka terkisahlah salah satu Khulafaur Rasyidin, Ali ra. Sang gentleman yg bertanggung jawab terhadap cinta yang bersemayam di hati. Ada rahasia terdalam di hati Ali yang tidak diketahui oleh siapapun atas yang dikaguminya, yaitu putri Sang Nabi. Ali pun tidak tahu apakah itu cinta.

Tapi perasaannya sempat tersentak, ketika diketahuinya, bahwa Abu Bakr mencoba melamar atas yang dikaguminya. Begitu juga ketika Umar pun mengajukan diri. Tapi Ali tetap mendahulukan ketaatan padaNya, keikhlasan yang teruji antara cinta dan persaudaraan. Dan tak bergeming menjaga halusnya perasaan yang terasa.

Dan pada akhirnya pun, atas rahasia hati yang terpendam. Tertakdirlah bahwa rasa itu membersamai mereka. Dan itu baru tersingkap diwaktu yang tepat diantara keduanya. Ketika kata terucap atas mitsaqan ghaliza, disaksikan makhluk langit.

Ah… jadi inget dialog ini….

“Menurutmu, di manakah keberkahan cinta terletak? Dalam proses yang mudah tapi ianya mengharuskan kita berjuang gigih mengelola perasaan; ataukah dalam perjuangan memenangkan perasaan kita sementara jalannya jadi lebih berliku?” -Lalu air matakupun jatuh.

Menurut pembaca, mana yg dipilih??

“Yang kedua jauh lebih beresiko. Berjuang memenangkan perasaan kita kadang membuat kita agak lena siapa hamba dan siapa Rabb kita”

Tidak mudah memang, karena cinta adalah fitrah yang manusiawi, dan tidak selalu akan berakhir seperti Ali dan Fathimah… tapi keharuan kan menyeruak ketika ujung rasa itu terlihat, bukan masalah memiliki atau tidak, tapi ketika membersamai perasaan itu karenaNya, bagaimanapun akhirnya…

Tulisan Lain   Mengelola Ketidaksempurnaan

By alfach

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *