Menaruh Harapan, Merendahkan Hati

Hati ini hidup penuh dengan mimpi dan harap. Mimpi dan harap untuk mendapatkan yang terbaik. Harap itu bisa berupa keadaan, mimpi atau mungkin dengan orang yang kita temui. Tapi terkadang seiring perjalanan, antara harap dan kenyataan seperti langit dan bumi. Seolah, kok yang ada dihadapan saya begitu. Apalagi jika berkaitan dengan orang, kenapa dia ngga begini sih. Semakin kita merasa mengenal orang, maka semakin besar dan banyak pula rasa tuntutan yang hadir terhadap orang tersebut.

Seiring perjalanan, ada mimpi-mimpi yang berhasil diraih tapi ada juga mimpi yang tetap menjadi mimpi. Dalam pengharapan kita disarankan untuk menggantungkannya setinggi langit. Iya, agar harap itu menjadi alasan kita bergerak, agar harap itu menjadi layaknya cahaya yang menerangi jalan kita, agar harap itu memberi kita sayap untuk terbang yang mengantarkan menuju mimpi itu.

Tapi dalam berharap sesuatu, kita berharap terlalu tinggi, sehingga menyulitkan tangan dari hati ini menggapainya, dan karena terlalu tinggi sekalinya terjatuh terasa sakit, sulit untuk menerima. Menyalahkan yang terjadi. Lalu apa yang salah?. Jika memang demikian, kata orang bijak tingginya harapan bukannya tidak boleh, tapi terkadang tidak diimbangi jiwa yang luas untuk menerima jika pada akhirnya tidak dapat teraih. Dan ketika dihadapkan pada kenyataan yang sesungguhnya, sempitnya pemahaman menyebabkan sikap dan perilaku yang sempit pula. Emosi dengan segera dihadirkan, hati lalu merasa resah, padahal bukan itu yang sesungguhnya terjadi. Ya, ketika dihadapkan bahwa yang ada didepan kita bukan seperti yang ada didalam mimpi, secepat itu pula hati terucap rasa mengeluh.

Sebagus apapun kayu, pasti akan terbakar jika dihadapkan dengan api. Sebaik apapun yang ada dihadapan kita, tapi jika kita lebih melihat perbedaan dan meninggikan harapan kita, maka semuanya akan terlihat kurang dihadapan kita.

Tulisan Lain   Memaafkan dan Melupakan

Ketidakmampuan memahami dalam setiap yang terjadi membuat semua yang terjadi terlihat selalu kurang di mata kita. Padahal jika kita mau bersabar dengan seksama melihat yang terjadi, kita bisa melihat tersingkapnya hikmah dibalik yang terjadi yang membuat kita tersenyum. Bukan dengan menghabiskan rasa kecewa dan melahirkan rasa resah dalam hati.

Ya dibalik setiap harapan yang ingin kita raih, perlulah untuk mempersiapkan jiwa ini dalam kerendahan hati. Agar ketika mimpi yang kita harap tidak kunjung datang, tidak membuat hati ini terbakar rasa kecewa. Agar ketika kenyataan yang telah terjadi bukan untuk dihindari dengan berlari menutup yang sebenarnya terjadi, tapi belajar untuk menerima disisi. Ya agar kita bisa melihat bahwa hidup ini begitu indah untuk dilewatkan hanya dengan bermimpi. Bukankah Allah swt berfirman, bahwa Dia akan menambah nikmatNya jika kamu mensyukuri nikmat yang sudah terberi.

Wallahu a’lam bish-shawab.

You may also like...

2 Responses

  1. mia says:

    Subhanallah…k’fach ini produktif skli mnulis!!!!mnyegarkan lagih!

  2. Fachri says:

    Alhamdulillah. Sekedar untuk belajar, sekalian mengasah hati dan pikiran

Leave a Reply to Fachri Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *